Rabu, 11 Mei 2011

D-E-S-T-I-N-Y #3

DESTINY (Merriam Webster Dictionary)

1: something to which a person or thing is destined : fortune destiny>

2 : a predetermined course of events often held to be an irresistible power or agency

DESTINY(Merriam Webster Elementary Dictionary)

1: something to which a person or thing is destined : FORTUNE

2: the course of events held to be arranged by a superhuman power

Destiny.

Ya kata ini sedang hits dalam kehidupan saya.

Berawal dari seorang sahabat yang seringkali mengucapkan kata ini dalam, mmm, coba saya ingat, mungkin dua bulan terakhir ini. Dan, saya ketularan. Ketularan untuk mengatakannya, sekaligus memperhatikan Destiny apa yang terjadi pada saya.

Sebelumnya, apa ya padanan kata Destiny ini dalam bahasa Indonesia? Kebetulan? Keberuntungan? Ketidaksengajaan? Baiklah, kita akan menyebutnya sebagai Destiny.

Destiny berikutnya adalah ketika akhirnya saya memutuskan untuk melihat angka di timbangan. Percaya, itu tidak mudah buat saya. Naik ke atas timbangan, kemudian galau karena melihat angkanya yang pasti, mm, tidak sesuai harapan. Biasanya, saya tidak mudah menyelipkan jadwal. Kok ya, ndilalah, ya, destiny, saya berhasil bertemu dengan teman yang punya timbangan ajaib, istilah dari sahabat saya. Dan, terjadilah. Angka di timbangan itu menunjukkan angka yang, mmm, begitulah.

Begini, saya jelaskan. Kalau saya mengalami suatu kejadian istimewa, maka saya akan kena 'demam'. Artinya, saya akan berpikir tentang kejadian itu kemudian gelisah, kemudian mikir lagi, dan seterusnya. Dan itu yang terjadi ketika saya selesai naik ke timbangan ajaib. Bagaimana bisa, saya yang rutin berolahraga (setahun belakangan ini), doyan sayur segala macam, doyan minum air putih, tidak punya keluhan kesehatan ini dan itu secara khusus, kok angka timbangannya segitu?

Jawabnya, ya iya, kalau pola makan dan gaya hidup saya seperti ini. Saya makan apa pun yang saya mau, baik di jam makan ataupun ketika saya 'merasa' lapar. Saya adalah emotional eater. Suasana emosi yang naik ataupun turun, dampaknya adalah pada makanan yang saya lahap. Ibarat kata, Lapar Mata. Saya punya prinsip, makanan tidak boleh disia-siakan. Maka saya akan menghabiskan apa pun yang terhidang di depan saya. Ups, mengerikan. Karena organ tubuh saya hanya satu dan selama ini dipaksa untuk bekerja keras. Keseharian saya banyak bekerja dengan diam. Mengetik, praktek, menyetir mobil, semua banyak dilakukan dengan diam. Pantas kalau angka timbangan membuat 'demam' kan. Saya tidak bisa memperkirakan bagaimana kondisi tubuh dan kesehatan saya di masa yang akan datang. Tapi saya tahu bahwa saya harus melakukan sesuatu. Saat ini juga.

Saya perlu pertolongan.

Saya harus mengubah gaya hidup.

Saya harus mengubah pola makan saya agar lebih sehat.

Dan sejak saat itu, saya mengubah kebiasaan-kebiasaan saya.

Saya ikuti pola makan yang saya jadikan sumber bacaan untuk bahan seminar. Bahwa saya harus membuat daftar apa saja yang saya masukkan ke dalam mulut saya. Saya harus mendengarkan apa yang disampaikan oleh tubuh saya. Bahwa makan adalah proses belajar, belajar mengendalikan diri. Saya mencoba menjaga pola makan saya seperti sahabat saya yang sedang berdiet. Oh ya, saya lupa, sahabat saya berhasil konsisten mengikuti aturan main dietnya. Artinya, saya juga bisa. Saya menjaga asupan karbohidrat dan mengimbanginya dengan menambah gerak. Saya berusaha memahami ritme kerja tubuh saya. Saya memperbanyak makan buah, yang sebelumnya tidak saya lakukan. Ternyata saya bisa.Cobaan pertama adalah ketika saya harus bertemu kolega di suatu tempat makan, dan saya berhasil untuk tidak mengudap apa pun. Padahal di hadapan saya terhidang cheesy puff yang hangat dan aromanya sungguh menggugah selera. Saya bisa mengendalikan pikiran saya untuk tetap konsisten pada jam makan saya. Saya yakin, saya bisa. Dan, saya bisa.

Awal April, saya mulai berdiet. Tidak semua orang saya kabari bahwa saya berdiet. Ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Saya tidak kelaparan. Saya tetap bisa beraktivitas tanpa lemas. Saya bisa makan buah. Saya bisa makan yang saya inginkan. Saya bisa mengendalikan makanan apa yang benar-benar perlu saya makan, bukan hanya ingin. Mencicipi tapi bukan melahap. It's a mind game, itu yang saya sampaikan pada sahabat saya.

Hasilnya?

40 hari saya berdiet, berat saya berkurang 9 kg.


Tenang.

Masih ada puluhan kilo yang harus saya kurangi dari tubuh saya agar saya mencapai berat ideal. Ini seperti lari marathon. Saya harus mengatur nafas dan strategi agar saya berhasil sampai tujuan. Setelah itu saya harus menjaga agar jangan sampai saya jatuh pingsan ketika sampai tujuan. Saya harus mempertahankannya. Yang diubah bukan bentuk tubuh saya, melainkan gaya hidup. Kebiasaan. Pola. Tidak ada yang semula jadi.

Saya ingin sehat.

- akhir dari destiny versi 1.00 -

Alzena Masykouri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar